Pages

Thursday, October 30, 2014

Curhatan Taruna STTD Soal Moratorium




Sekarang sedang santer dibicarakan tentang kebijakan presiden Jokowi akhir-akhir ini tentang moratorium. STTD pun gak mau kalah, banyak taruna yang membicarakanya. Ya iyalah ! walau STTD statusnya bukan lagi sebagai PTK yang ikatan dinas akan tetapi kebijakan ketua STTD sudah mengarah kesana dengan progam pembibitan. Progam pembibitan yang dimaksud adalah kerja sama antara daerah yang membutuhkan lulusan STTD dengan cara penandatanganan MoU. Sudah ada beberapa daerah yang menandatangi perjanjian tersebut dengan harapan setelah lulus taruna STTD dapat terserap dan mengimplementasikan ilmunya ke bidang transport di berbagai daerah di Indonesia dengan status PNS.

Sedang hangat-hangatnya taruna membicarakan progam pembibitan tersebut yang konon katanya kita sudah di plot di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia tiba-tiba saja terdengar kabar tentang moratorium PNS selama 5 tahun. Duh !!! saya pun sebagai taruna STTD agak sedikit tercengang mendengar kabar tersebut. Loh? Terus bagaimana nasibku? Kecewa? Pasti ada. Walaupun dulu saya kurang sedikit nggak suka untuk menjadi PNS tapi tidak munafik kalau ternyata PNS juga merupakan pilihan pekerjaan yang “aman” bagi wanita.




Sebenernya apasih moratorium itu?

Menurut wikipedia, moratorium (dari latin, morari yang berarti penundaan) adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan. Nah, disini sebagai Presiden, Pak Jokowi memberlakukan moratorium PNS selama beliau menjabat.

Karena kabar tersebut saya sekarang mau gak mau dipaksa untuk berfikir mau jadi apa aku kelak? Karena memang sejatinya kuliah di STTD sebagian besar disiapkan untuk menjadi perwira transportasi yang mengabdi kepada negara dengan menjadi PNS. Saya mulai menimang-nimang dan melirik ke swasta.

Terdapat suatu pergeseran sudut pandang mengenai istilah PNS dan swasta. Pada masa penjajahan Belanda di Hindia (Sebutan Indonesia kala itu), jabatan di pemerintahan begitu memiliki daya magis, begitu prestige. Jabatan di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil (PNS)—meskipun di bawah pemerintahan kolonial kala itu—dianggap sebagai suatu anugrah ‘nan ‘tak terkira karena tidak semua orang bisa mencapainya. Lagipula, itu adalah suatu pekerjaan yang mulia karena tugas dan kewajibannya bersinggungan langsung dengan tanggung jawabnya kepada bangsa.

Terlebih lagi, terdapat berbagai macam fasilitas yang dapat dinikmati bila kita jadi PNS. Sebagai contoh, sopir pribadi yang diperbantukan untuk PNS dalam menjalankan tugasnya dan kemudahan keluarga PNS dalam mengakses fasilitas-fasilitas tertentu seperti sekolahan milik Gubernemen Belanda. Di samping itu, PNS dan keluarganya pun juga dipandang, disegani, dan dihormati di lingkungan mereka tinggal.

Lalu bagaimana mereka yang bekerja di bidang swasta?

Orang-orang yang bekerja di bidang swasta, misalnya bekerja di suatu pabrik milik orang lain, jarang mendapatkan sanjungan maupun gumam lirih ‘betapa beruntungnya Anda’. Semuanya dianggap biasa-biasa saja. Mungkin, hal ini diakibatkan oleh mudahnya menjadi pekerja pada saat itu dan lebih ‘kecil’-nya kekuasaan karena bertanggung jawab hanya kepada perseorangan.

Namun apapun alasannya, itulah kenyataannya...

Tapi itu kan dulu,beda dengan sekarang. Hidup kan harus dinamis, kita harus bisa mengikuti perkembangan jaman yang kian maju. Kalau kita masih kolot, dan tidak bisa menerima perubahan kita tidak akan bisa survive. (itu salah satu nasihat dari pelatih favorit saya *re : pak Bayu Aji F R).

Anggapan bahwa kedudukan PNS lebih tinggi daripada swasta sekarang tidak serata merta tidak sepenuhnya benar (khususnya para pemuda/generasi muda) di sekitar kita. Ada yang pro dengan PNS dan tidak sedikit juga yang kontra. Ada yang sangat mendamba ingin menjadi pegawai, namun ada juga yang berambisi menjadi pengusaha.

Yuk coba kita bandingkan anatara PNS dan swasta !!!

Menurut sebagian masyarakat, kelebihan paling utama dari seorang PNS adalah karena iming-iming pensiunnya, bayaran yang akan tetap diterima tiap bulan saat orang tersebut sudah purna dari tugasnya (re: pensiun). Keunggulan lainnya adalah waktu kerja yang fleksibel, rata-rata masuk kerja pukul 08.00 WIB dan pulang pukul 16.00 WIB. Bahkan masa kerjanya hanya 5 hari dalam seminggu, senin hingga jumat.

Selain sesuatu yang dianggap sebagai kelebihan-kelebihan tersebut, PNS juga dihujat karena kelemahan-kelemahannya. PNS yang tidur ketika rapat soal rakyat lah, PNS yang sering ketangkap basah keluyuran pada saat jam-jam kerja lah, PNS yang doyan korupsi lah, PNS yang selalu makan gaji buta lah, dan seabrek PNS-PNS lain dengan segala keburukannya. Jika begini, lalu apa yang bisa dibanggakan dari seorang PNS?


Dipandang dari segi swasta

Swasta dinilai lebih oke dari segi pendapatan daripada gaji PNS. Bayangkan saja, walaupun sama-sama fresh graduate, mereka yang bekerja di swasta bisa menerima pendapatan tiga kali lipat dari gaji mereka yang bekerja sebagai PNS. Namun tetap saja, ada harga ada barang. Diyakini bahwa dengan penerimaan yang aduhai, jumlah jam kerja karyawan swasta bisa melebihi jumlah jam kerja PNS setiap minggunya.Selain itu, sebagian orang yang bekerja di swasta terkesan lebih berat sekaligus menjanjikan daripada bekerja sebagai abdi negara. Pasalnya, kesempatan untuk mengembangkan diri lebih terbuka di swasta daripada di negeri. Perusahaan swasta juga cenderung benar-benar memberikan penghargaan kepada karyawannya, bahkan walaupun karyawan itu baru saja bekerja kemarin sore. Pendapatan yang diterima oleh karyawan swasta berbanding lurus dengan usaha dan kinerja mereka. Semakin giat bekerja dan menunjukkan prestasi yang gemilang, seorang karyawan swasta bisa langsung dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Di samping itu, penindaktegasan yang diberikan oleh atasan kepada karyawan bisa diproses dengan cepat, sehingga sebagian besar karyawan swasta tidak pernah ‘main-main’ dengan pekerjaannya.

Sementara, gaji PNS ya gitu-gitu saja. Dengan beban kerja, prestasi, dan etos kerja yang berbeda, dua orang PNS bisa memperoleh gaji yang sama apabila masa kerja dan latar belakang pendidikannya sama. Memang terdapat beberapa hal yang yang membedakan gaji antara keduanya, namun yang paling mencolok adalah pangkat dan golongan serta lamanya bekerja. Secermelang apapun prestasi seorang pegawai struktural, jika ia belum menggenapkan 4 tahun masa kerjanya, ia belum berhak mendapatkan kenaikan golongan. Sekali lagi, semakin tinggi pangkat dan golongan seorang pegawai, semakin tinggi pula gaji per bulan yang ia dapatkan. Sangat disayangkan memang, namun inilah fakta yang tak terbantahkan di dunia ke-pe-en-es-an. Malangnya, bagi sebagian pegawai hal ini difatwakan sebagai pencetus ide untuk tidak terlalu ngoyo ataupun berprestasi sebaik mungkin. Berprestasi atau tidak, toh gaji tetap sama.

Salah seorang rekan saya dikelas, sebut saja faris. Walaupun dia merupakan Prabowo side, karena keluarganya mencalonkan menjadi cawapres pendamping Prabowo pada ssat itu (re: Hatta), ia memberikan tanggapan yang luar biasa mencengangkan untuk saya mengenai kebijakan Jokowi kali ini.

Menurutnya, Jokowi tidak serta merta memutuskan kebijakan moratoriumm tersebut, pasti sudah dipertimbangkan masak-masak. Selain itu, Pak Jokowi hanyalah meneruskan progam presiden sebelumnya yang juga memberikan kebijakan moratorium PNS selama 2 tahun. Kebijakan dari presiden-presiden kita ini sebenarnya ingin merapikan struktur kepegawaian. Kita harus menaggapi kebijakan Pak Jokowi dengan positif kali ini. Pak Jokowi sebenarnya menginginkan penerus bangsanya lebih pintar dan kreatif, intinya ingin menjadikan Indonesia lebih maju dengan cara membuka wawasan penerusnya yang sebagian besar selalu saja berorientasi untuk menjadi PNS. Bahwa pekerjaan tidak hanya di bidang pemerintahan ! Banyak bidang swasta yang sudah difasilitasi oleh pemerintah seperti adanya KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan pinjaman tanpa anggunan yang terdapat di bank yang bekerjasama dengan pemerintah. Jadi kalau lulus mau jadi PNS pikir-pikir dulu lah kan nanti mulai 2015 ada pasar bebas ASEAN dimana kita juga bisa terlibat didalamnya, tutup Faris.

Ya... tapi entah nanti jadi atau tidaknya moratorium kita tunngu saja. Karena sebenarnya PNS juga masih banyak dibutuhkan di berbagai kementrian. Banyak pegawai honorer yang belum diangkat, masih dibutuhkanya tenaga medis dan guru didaerah khususnya di Indonesia bagian timur, dan masih banyak lagi.

Dan sebagai penutup, menjadi apa kita kelak, PNS maupun swasta itu hanyalah sebuah status. Yang penting adalah pekerjaan kita yang bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitar kita dan juga dapat memberi kita penghasilan. Tulisan ini hanyalah curhatan saya sebagai taruna tentang moratorium, mau teman-teman setuju atau mempunyai pendapat lain mengenai moratorium silahkan beri komentar di blog saya :) 
tetap semangat dan selalu tersenyum !!!

Wednesday, October 29, 2014

Pejalan Kaki Sebagai Pihak Yang Tertindas


Jalan raya merupakan salah satu fasilitas publik. Dimana  diatasnya berlalu lalang berbagai jenis kepentingan. Mulai dari kepentingan ekonomi hingga politik. Jalan menjadi ajang terkoneksinya berbagai subyek, maka tak jarang muncul konflik yang mewarnai penggunaan jalan raya.
Subyek yang menjadi pengguna jalan diantaranya adalah pengendara kendaraan bermotor, pedagang, pejalan kaki, kaum diffable (different ability people), dan pesepeda. Diantara berbagai kelompok pengguna jalan tersebut terdapat beberapa kelompok yang tergolong sebagai minoritas. Diantaranya adalah pejalan kaki, difable dan pesepeda. Namun, yang akan saya bahas lebih lanjut dalam artikel ini adalah pejalan kaki.
Walkability adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengukur kenyamanan konektifitas dan kualitas jalur pejalan kaki. Pengukurannya dilakukan melalui penilaian komprehensif terhadap infrastruktur yang tersedia untuk pejalan kaki dan kajian-kajian yang menghubungkan sisi penyediaan/supply dan sisi kebutuhan/demand (ADB, 2011). Selain baik untuk kesehatan, jalan kaki adalah jenis transportasi yang paling murah dan paling mudah dilakukan berbagai lapis masyarakat, terutama masyarakat miskin.
 Namun disayangkan praktek transportasi dan perencanaan tata ruang konvensional di banyak negara berkembang seringkali kurang memberikan perhatian pada kenyamanan berjalan kaki. Kecenderungan saat ini adalah penggunaan kendaraan bermotor pribadi semakin meningkat dan seringkali melanggar hak pejalan kaki. Studi Bank Dunia (2008) menunjukkan bahwa fasilitas pejalan kaki yang lebih baik dapat mendukung pengentasan kemiskinan karena meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat miskin ke berbagai pelayanan dasar dan peluang kerja.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Di Jakarta saja contohnya, dengan total panjang jalan kurang lebih 7200 km, hanya tersedia 900 km sebagai fasilitas trotoar. Trotoar ini pun juga sudah banyak yang rusak dan beralih fungsi. Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki, sering kali diabaikan oleh pengguna kendaraan bermotor.  Padahal sudah jelas-jelas diterangkan tentang pengaturan fungsi jalan di UU No.38 tahun 2004,  UU No.34 tahun 2006, dan UU No 22 tahun 2009.
Penyalahgunaan hak pejalan kaki seakan-akan sudah menjadi hal biasa di ibukota. Padahal mengabaikan fungsi trotoar sama saja dengan mengabaikan keselamatan pejalan kaki. Selain disalah gunakan sebagai jalur motor, trotoar juga sering kali digunakan untuk lahan pedagang kaki lima maupun sebagai lahan  parkir. Selain dari keselamatan, faktor kenyamanan juga tak didapat oleh pejalan kaki. Seolah trotoar tak bisa dipijak secara layak. Banyak sekali kita jumpai trotoar yang didesain secara sembrono, tidak memenuhi standar fasilitas pejalan kaki. Seperti sering kita jumpai trotoar yang tiba-tiba tersekat dinding toko,  trotoar tanpa jalur penyeberangan, dan masih banyak lagi.
Disini dapat dilihat bahwasanya pejalan kaki sebagai pihak yang tertindas jika dilihat dari sisi keselamatan, kenyamanan, keamanan, dan juga kelayakan yang masih tersisihkan dibanding fasilitas kendaraan bermotor .

Oleh karenanya diperlukan sikap dan tindakan yang tegas dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi dan fasilitas pejalan kaki, seperti merelokasi pedagang kaki lima, membuat lahan parkir yang layak tanpa mengganggu kepentingan pejalan kaki. Dan yang terpenting adalah kesadaran dari para pengguna jalan, terkhusus pengguna kendaraan bermotor untuk lebih bertoleransi. (AHNA)

Wednesday, October 22, 2014

ACCESSIBILITY VS CAR MOBILITY DI JAKARTA



Kalau lo udah sempet baca buku bapak Bambang Susantono (Wakil Mentri Perhubungan Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2) yang judulnya Revolusi Transportasi lo pasti gak asing sama judul diatas. Yup, ini juga dibahas dibuku itu dalam bab konsistensi terhadap kebijakan perencanaan memang sangat menentukan, sebab awal dari KERUMITAN MASALAH TATA KOTA BIASANYA BERMULA DARI INKONSISTENSI RENCANA AWAL.

Gue tertarik banget sama yang dibahas di bagian ini, gue baru sadar ternyata gak cuma anak ABG aja yang labil, tapi para stake holder diatas sana tuh .... masih labil juga ! GAK KONSISTEN !!!

Yuk kita bahas ya... konsep dari accessibility itu sebenernya adalah sebuah perjalanan terjadi karena orang ingin mencapai tujuan tertentu. Jadi,,untuk mengurangi intensitas dan frekuensi perjalanan harus ada integrasi antar moda dan perkembangan pembangunan seperti pemukiman dan CBD (Central Bussines Distric). Contoh nya nih yang udah dilakukan kota Jakarta dengan cara membangun 14 koridor busway. Dengan busway warga kota Jakarta mendapatkan akses melalui angkutan massal yang sudah ideal. Apalagi busway pun sudah diintegrasikan dengan Kereta Api ( Komuter dan jalur lingkar). Nah... tujuan dengan adanya pembangunan koridor busway ini supaya masyarakat bisa beralih dari angkutan pribadi mereka yang membebani jalan ibu kota ke public transport. 

Tapi.... tapi... tiba-tiba arah kebijakan ini jadi GAK JELAS !!! kenapa ? karena tiba-tiba aja akan ada rencana pembangunan 6 ruas jalan tol ke tengah kota yang sejak awal TIDAK ADA DALAM MASTERPLAN TRANSPORTASI JABODETABEK !

Bingung gak sih kalian? Pemerintah mencoba untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan cara perbaikan kualitas angkutan umum sebagai daya tarik. Tapi seolah-olah mereka juga memberikan akses kepada mobil pribadi untuk masuk ke tengah kota. Hayo lhoo? Pie?

Sebenernya ya guys, untuk menanggulangi kemacetan ini gak akan terpecahkan hanya dengan pembangunan jalan baru. More downtown road-more traffic, setuju nggak? Nih contohnya, kalo kita tetep aja membangun jalan untuk solusi kemacetan, menurut lo apa reaksi lo sebagai pengendara? Yang biasanya kita cari waktu diluar jam sibuk biar gak kena macet, kita mengubah waktunya karena ada penambahan jalan. Yang biasanya kita naik public transport balik lagi ke kendaraan pribadi, karena apa? Karena semuanya pengen mencoba rute baru itu. 

Jadi intinya konsep aksesbilitas memang harus diprioritaskan, lewat pengaturan kembali tata ruang dan penyediaan public transport. Bukan dengan konsep mobilitas kendaraan yang mengutaman kelancaran arus kendaraan bemotor dengan menambah prasarana (re : pembangunan jalan baru). Setuju gak guys? Hehe

                                                                                                                                                 AHNA

Tuesday, October 21, 2014

Helmy Yahya : “Kemampuan Akademik Saja Tidak Cukup Untuk Menunjang Keberhasilan”

                                                                                   Photography by AFP


Public Speaking (berbicara di depan publik) untuk taruna taruni STTD harus menjadi kebutuhan. Karena kemampuan akademik saja tidak cukup untuk menunjang keberhasilan,diperlukan ketrampilan berupa soft skill lain yang dapat membuat nilai taruna taruni STTD lebih dari yang lain. Salah satu soft skill tersebut adalah kemampuan public speaking.Demikian, inti dari kuliah umum atau seminar yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD), Kamis (13 /3) di Gedung Auditorium Giri S Hadihardjono dengan pembicara Helmi Yahya.

Dalam seminar dengan judul “Public Speaking” tersebut dihadiri oleh seluruh taruna STTD dan juga jajaran pimpinan dan staff. Seminar tersebut berjalan sangat kondusif kerena antusias taruna yang cukup tinggi. Helmy Yahya,dengan julukan si Raja Kuis memngeluarkan kemampuanya dalam public speaking untuk memotivasi taruna STTD untuk berani dalam berbicara didepan banyak orang. Dalam seminarnya,Helmy Yahya memaparkan slide demi slide dengan simple dan di sertai sesekali menampilkan video yang terkait dengan materi yang diberikan.

Helmy Yahya memberikan kiat-kiat dan tips agar taruna STTD dapat menjadi public speaker yang berhasil. Salah satu tipsnya adalah dengan memperhatikan content, gesture, dan verbal. Menurut Helmy Yahya,dari ketiga indikator tersebut yang paling penting adalah gesture. Gesture dapat menguatkan pesan komunikasi yang ingin disampaikan. Jika kita berbicara kepada seseorang tanpa dibantu dengan penggunaan gerakan tangan yang selaras dengan kata-kata dan tanpa ekspresi wajah, bisa jadi pesan yang ditangkap orang lain akan berbeda dengan pesan sebenarnya. (AHNA)

nb: ini postingan gue di majalah kampus

Anomali Jepang : Memiliki Mobil Adalah Ciri Khas Orang Kampung



Mobil adalah kendaraan darat yang digerakkan oleh tenaga mesin, beroda empat atau lebih (selalu genap), biasanya menggunakan bahan bakar minyak (bensin atau solar) untuk menghidupkan mesinnya. Mobil kependekan dari otomobil yang berasal dari bahasa yunani 'autos' (sendiri) dan latin 'movére' (bergerak).

Angka kepemilikan mobil di Jepang terus menurun hingga 30 persen sejak 1990. Tren yang dalam bahasa Jepang disebut 'kuruma banare' yang berarti demotorisasi ini, terjadi karena kaum muda di negeri itu tidak menganggap lagi mobil sebagai simbol status sosial yang tinggi.

"Jika ada orang Jepang mengatakan bahwa dirinya memiliki dua mobil, sudah bisa dipastikan dia adalah petani." Hanya orang-orang kota yang iseng dan tidak keberatan dengan sewa parkir selangit, yang memiliki kendaraan roda empat. Itu pun jarang digunakan. Dia juga harus rela melihat mobilnya berdebu, karena berbulan-bulan tidak dipakai dan nyaris tidak ada tempat pencucian. Kalaupun dipakai sesekali hanya untuk keluar kota. Sekali lagi ini menegaskan, bahwa hanya orang-orang yang hidup di kampung yang perlu mobil. Jika berbicara masalah tinggal di kota atau kampung dalam konteks Jepang, sama sekali tidak ada kaitannya dengan kualitas hidup, pendidikan atau kemakmuran.

Jalan kaki dan sepeda adalah kendaraan orang kota. Sepeda-sepeda di parkir di lahan yang dibawahnya adalah stasiun. Semua hunian di Jepang mempunyai standar yang sama, yaitu anti gempa dan dapat menjangkau stasiun terdekat dengan jalan kaki atau sepeda. Jumlah penduduk Tokyo Raya (Greater Tokyo) termasuk kawasan penyangganya seperti Chiba dan Saitama, sekitar 30 juta orang atau tergolong paling padat di dunia. Namun penduduk Tokyo tidak pernah merasakan sesak dan bising seperti di halnya di Jakarta. Kenapa? Karena mereka tinggal tersebar, dan melakukan perjalanan pergi dan pulang dari tempat bekerja dengan kereta api. Jaringan kereta api di Tokyo adalah yang paling intensif di seluruh dunia. Kereta api menjangkau setiap sudut kota.

Jadwal keberangkatan dan kedatangan nyaris tidak pernah meleset, bahkan dalam hitungan detik sekali pun. Pengguna kereta api tidak mengobrol, mereka membaca buku. Berbicara menggunakan telepon seluler di hadapan orang lain, adalah perbuatan yang tergolong sangat tidak sopan. Para pekerja tidak mempunyai masalah jarak antara tempat tinggal dan kantor. Mereka bisa memilih untuk tinggal dimana saja, karena biaya transportasi diganti kantor.Pemerintah menjalankan strategi sedemikian rupa sehingga semua diarahkan menggunakan kereta api dan bukan bus kota apalagi kendaraan pribadi.

Perlu dicatat bahwa strategi itu didesain secara detail oleh universitas setempat dan pemerintah hanya tinggal mengimplementasikan. Sebuah cara yang sederhana namun perlu manusia berkualitas untuk mewujudkannya. Orang-orang yang tinggal di kampung terutama petani, tentu saja perlu kendaraan roda empat, karena mereka petani maka perlu membawa logistik untuk keperluan bertanam. Mereka menggunakan kendaraan bak terbuka. Untuk kepentingan pribadi yang bersifat sosial, biasanya mereka menggunakan mobil yang lebih bersih.

Mau tidak mau kita harus mengakui kehebatan kolonialisme era modern ini. Jepang berhasil menginvasi Indonesia, dengan menciptakan kondisi yang bertolak belakang dengan negaranya.Industri otomotif Jepang secara brilian melancarkan strategi tepat terhadap pangsa pasar yang luar biasa besar, namun memiliki keterbatasan intelektual. (AHNA)

Monday, October 20, 2014

INTRODUCTION


Haiii gaesss, this my new blog !!!
Okeey, gue bertekad blog ini gak boleh failed kayak blog gue sebelum-sebelumnya.
Dalam blog ini gue mau share berbagai cerita yang gue alami sehari-hari
Berbagi ilmu, berbagi momment, dan berbagi rasa..................... (ciyeee)
But first, let me introduce my self.
gue, sering dipanggil lina, amalia, gras-grus, kotak, linul, liinool. ah banyak kali sebutan gue...
yah tapi gue sukanya dipanggil raisa *eh
gue dilahirkan dari rahim wanita yang sangat kuat dan sabar di daerah desa kecil nan asri yang mudah sekali membuat rindu,yup. BOYOLALI.
kalau temen gue denger itu pasti pada bilang,
dimana tuh? ada di peta? katanya gak ada indomaret ya?
pfffft. pelecehan banget kalau denger kata-kata mereka.
salah mereka sendiri kalau lewat boyolali naik bus, pasti mereka lewat daerah jalur lingkar yang memang di khusukan untuk jalan kendaraan berat.
so, keadaan jalanya memang rada-rada kayak hutan dan sepi.
tapi kalau udah masuk ke THE REAL BOYOLALI nya gue berani ditandingin sama kota bekasi
(kota rantau gue cari ilmu *yang sekarang lagi kena bully di berbagai medsos).
boyolali itu langganan dapet adipura dan wahana tata nugraha.
kalau menurut wiki Adipura, adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan.
sedang Wahana Tata Nugraha adalah penghargaan yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia kepada kota-kota yang mampu menata transportasi publik dengan baik. Penghargaan ini diberikan setiap tahun, biasanya pada bulan April
jadi kebayangkan BOYOLALI itu kayak apa? haha
duh udah Out Of Topic ya dari tadi.
oke balik ke perkenalan,
gue ini gadis berumar 20an yang lagi kecanduan travelling arround the world.
gue gak mau nyia-nyiain masa muda gue man !!!
karena gue ini udah keiket sama intansi yang berseragam biru-biru.
yup,gue kuliah di STTD (sekolah tinggi transportasi darat)
yah hidup gue gak jauh-jauh dari transportasi.
tapi jangan tanya gue ya,di bekasi kok masih macet padahal di dalamnya ada sekolah khusus transport. karena gue masih mhasiswi eh taruni,bukan stake holder. tanya noh sama pejabat-pejabat tinggi disana,,,, gue kan masih pelajar. apalah daya gue,haha
gue suka ngedaki gunung dan hobi banget basket.
so? what? let us be a friend