Sekarang sedang santer dibicarakan tentang kebijakan presiden Jokowi akhir-akhir ini tentang moratorium. STTD pun gak mau kalah, banyak taruna yang membicarakanya. Ya iyalah ! walau STTD statusnya bukan lagi sebagai PTK yang ikatan dinas akan tetapi kebijakan ketua STTD sudah mengarah kesana dengan progam pembibitan. Progam pembibitan yang dimaksud adalah kerja sama antara daerah yang membutuhkan lulusan STTD dengan cara penandatanganan MoU. Sudah ada beberapa daerah yang menandatangi perjanjian tersebut dengan harapan setelah lulus taruna STTD dapat terserap dan mengimplementasikan ilmunya ke bidang transport di berbagai daerah di Indonesia dengan status PNS.
Sedang hangat-hangatnya taruna membicarakan progam pembibitan tersebut yang konon katanya kita sudah di plot di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia tiba-tiba saja terdengar kabar tentang moratorium PNS selama 5 tahun. Duh !!! saya pun sebagai taruna STTD agak sedikit tercengang mendengar kabar tersebut. Loh? Terus bagaimana nasibku? Kecewa? Pasti ada. Walaupun dulu saya kurang sedikit nggak suka untuk menjadi PNS tapi tidak munafik kalau ternyata PNS juga merupakan pilihan pekerjaan yang “aman” bagi wanita.
Sebenernya apasih moratorium itu?
Menurut wikipedia, moratorium (dari latin, morari yang berarti penundaan) adalah otorisasi legal untuk menunda pembayaran utang atau kewajiban tertentu selama batas waktu yang ditentukan. Nah, disini sebagai Presiden, Pak Jokowi memberlakukan moratorium PNS selama beliau menjabat.
Karena kabar tersebut saya sekarang mau gak mau dipaksa untuk berfikir mau jadi apa aku kelak? Karena memang sejatinya kuliah di STTD sebagian besar disiapkan untuk menjadi perwira transportasi yang mengabdi kepada negara dengan menjadi PNS. Saya mulai menimang-nimang dan melirik ke swasta.
Terdapat suatu pergeseran sudut pandang mengenai istilah PNS dan swasta. Pada masa penjajahan Belanda di Hindia (Sebutan Indonesia kala itu), jabatan di pemerintahan begitu memiliki daya magis, begitu prestige. Jabatan di pemerintahan sebagai pegawai negeri sipil (PNS)—meskipun di bawah pemerintahan kolonial kala itu—dianggap sebagai suatu anugrah ‘nan ‘tak terkira karena tidak semua orang bisa mencapainya. Lagipula, itu adalah suatu pekerjaan yang mulia karena tugas dan kewajibannya bersinggungan langsung dengan tanggung jawabnya kepada bangsa.
Terlebih lagi, terdapat berbagai macam fasilitas yang dapat dinikmati bila kita jadi PNS. Sebagai contoh, sopir pribadi yang diperbantukan untuk PNS dalam menjalankan tugasnya dan kemudahan keluarga PNS dalam mengakses fasilitas-fasilitas tertentu seperti sekolahan milik Gubernemen Belanda. Di samping itu, PNS dan keluarganya pun juga dipandang, disegani, dan dihormati di lingkungan mereka tinggal.
Lalu bagaimana mereka yang bekerja di bidang swasta?
Orang-orang yang bekerja di bidang swasta, misalnya bekerja di suatu pabrik milik orang lain, jarang mendapatkan sanjungan maupun gumam lirih ‘betapa beruntungnya Anda’. Semuanya dianggap biasa-biasa saja. Mungkin, hal ini diakibatkan oleh mudahnya menjadi pekerja pada saat itu dan lebih ‘kecil’-nya kekuasaan karena bertanggung jawab hanya kepada perseorangan.
Namun apapun alasannya, itulah kenyataannya...
Tapi itu kan dulu,beda dengan sekarang. Hidup kan harus dinamis, kita harus bisa mengikuti perkembangan jaman yang kian maju. Kalau kita masih kolot, dan tidak bisa menerima perubahan kita tidak akan bisa survive. (itu salah satu nasihat dari pelatih favorit saya *re : pak Bayu Aji F R).
Anggapan bahwa kedudukan PNS lebih tinggi daripada swasta sekarang tidak serata merta tidak sepenuhnya benar (khususnya para pemuda/generasi muda) di sekitar kita. Ada yang pro dengan PNS dan tidak sedikit juga yang kontra. Ada yang sangat mendamba ingin menjadi pegawai, namun ada juga yang berambisi menjadi pengusaha.
Yuk coba kita bandingkan anatara PNS dan swasta !!!
Menurut sebagian masyarakat, kelebihan paling utama dari seorang PNS adalah karena iming-iming pensiunnya, bayaran yang akan tetap diterima tiap bulan saat orang tersebut sudah purna dari tugasnya (re: pensiun). Keunggulan lainnya adalah waktu kerja yang fleksibel, rata-rata masuk kerja pukul 08.00 WIB dan pulang pukul 16.00 WIB. Bahkan masa kerjanya hanya 5 hari dalam seminggu, senin hingga jumat.
Selain sesuatu yang dianggap sebagai kelebihan-kelebihan tersebut, PNS juga dihujat karena kelemahan-kelemahannya. PNS yang tidur ketika rapat soal rakyat lah, PNS yang sering ketangkap basah keluyuran pada saat jam-jam kerja lah, PNS yang doyan korupsi lah, PNS yang selalu makan gaji buta lah, dan seabrek PNS-PNS lain dengan segala keburukannya. Jika begini, lalu apa yang bisa dibanggakan dari seorang PNS?
Dipandang dari segi swasta
Swasta dinilai lebih oke dari segi pendapatan daripada gaji PNS. Bayangkan saja, walaupun sama-sama fresh graduate, mereka yang bekerja di swasta bisa menerima pendapatan tiga kali lipat dari gaji mereka yang bekerja sebagai PNS. Namun tetap saja, ada harga ada barang. Diyakini bahwa dengan penerimaan yang aduhai, jumlah jam kerja karyawan swasta bisa melebihi jumlah jam kerja PNS setiap minggunya.Selain itu, sebagian orang yang bekerja di swasta terkesan lebih berat sekaligus menjanjikan daripada bekerja sebagai abdi negara. Pasalnya, kesempatan untuk mengembangkan diri lebih terbuka di swasta daripada di negeri. Perusahaan swasta juga cenderung benar-benar memberikan penghargaan kepada karyawannya, bahkan walaupun karyawan itu baru saja bekerja kemarin sore. Pendapatan yang diterima oleh karyawan swasta berbanding lurus dengan usaha dan kinerja mereka. Semakin giat bekerja dan menunjukkan prestasi yang gemilang, seorang karyawan swasta bisa langsung dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi. Di samping itu, penindaktegasan yang diberikan oleh atasan kepada karyawan bisa diproses dengan cepat, sehingga sebagian besar karyawan swasta tidak pernah ‘main-main’ dengan pekerjaannya.
Sementara, gaji PNS ya gitu-gitu saja. Dengan beban kerja, prestasi, dan etos kerja yang berbeda, dua orang PNS bisa memperoleh gaji yang sama apabila masa kerja dan latar belakang pendidikannya sama. Memang terdapat beberapa hal yang yang membedakan gaji antara keduanya, namun yang paling mencolok adalah pangkat dan golongan serta lamanya bekerja. Secermelang apapun prestasi seorang pegawai struktural, jika ia belum menggenapkan 4 tahun masa kerjanya, ia belum berhak mendapatkan kenaikan golongan. Sekali lagi, semakin tinggi pangkat dan golongan seorang pegawai, semakin tinggi pula gaji per bulan yang ia dapatkan. Sangat disayangkan memang, namun inilah fakta yang tak terbantahkan di dunia ke-pe-en-es-an. Malangnya, bagi sebagian pegawai hal ini difatwakan sebagai pencetus ide untuk tidak terlalu ngoyo ataupun berprestasi sebaik mungkin. Berprestasi atau tidak, toh gaji tetap sama.
Salah seorang rekan saya dikelas, sebut saja faris. Walaupun dia merupakan Prabowo side, karena keluarganya mencalonkan menjadi cawapres pendamping Prabowo pada ssat itu (re: Hatta), ia memberikan tanggapan yang luar biasa mencengangkan untuk saya mengenai kebijakan Jokowi kali ini.
Menurutnya, Jokowi tidak serta merta memutuskan kebijakan moratoriumm tersebut, pasti sudah dipertimbangkan masak-masak. Selain itu, Pak Jokowi hanyalah meneruskan progam presiden sebelumnya yang juga memberikan kebijakan moratorium PNS selama 2 tahun. Kebijakan dari presiden-presiden kita ini sebenarnya ingin merapikan struktur kepegawaian. Kita harus menaggapi kebijakan Pak Jokowi dengan positif kali ini. Pak Jokowi sebenarnya menginginkan penerus bangsanya lebih pintar dan kreatif, intinya ingin menjadikan Indonesia lebih maju dengan cara membuka wawasan penerusnya yang sebagian besar selalu saja berorientasi untuk menjadi PNS. Bahwa pekerjaan tidak hanya di bidang pemerintahan ! Banyak bidang swasta yang sudah difasilitasi oleh pemerintah seperti adanya KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan pinjaman tanpa anggunan yang terdapat di bank yang bekerjasama dengan pemerintah. Jadi kalau lulus mau jadi PNS pikir-pikir dulu lah kan nanti mulai 2015 ada pasar bebas ASEAN dimana kita juga bisa terlibat didalamnya, tutup Faris.
Ya... tapi entah nanti jadi atau tidaknya moratorium kita tunngu saja. Karena sebenarnya PNS juga masih banyak dibutuhkan di berbagai kementrian. Banyak pegawai honorer yang belum diangkat, masih dibutuhkanya tenaga medis dan guru didaerah khususnya di Indonesia bagian timur, dan masih banyak lagi.
Dan sebagai penutup, menjadi apa kita kelak, PNS maupun swasta itu hanyalah sebuah status. Yang penting adalah pekerjaan kita yang bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitar kita dan juga dapat memberi kita penghasilan. Tulisan ini hanyalah curhatan saya sebagai taruna tentang moratorium, mau teman-teman setuju atau mempunyai pendapat lain mengenai moratorium silahkan beri komentar di blog saya :)
tetap semangat dan selalu tersenyum !!!
tetap semangat dan selalu tersenyum !!!