Pages

Wednesday, October 29, 2014

Pejalan Kaki Sebagai Pihak Yang Tertindas


Jalan raya merupakan salah satu fasilitas publik. Dimana  diatasnya berlalu lalang berbagai jenis kepentingan. Mulai dari kepentingan ekonomi hingga politik. Jalan menjadi ajang terkoneksinya berbagai subyek, maka tak jarang muncul konflik yang mewarnai penggunaan jalan raya.
Subyek yang menjadi pengguna jalan diantaranya adalah pengendara kendaraan bermotor, pedagang, pejalan kaki, kaum diffable (different ability people), dan pesepeda. Diantara berbagai kelompok pengguna jalan tersebut terdapat beberapa kelompok yang tergolong sebagai minoritas. Diantaranya adalah pejalan kaki, difable dan pesepeda. Namun, yang akan saya bahas lebih lanjut dalam artikel ini adalah pejalan kaki.
Walkability adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengukur kenyamanan konektifitas dan kualitas jalur pejalan kaki. Pengukurannya dilakukan melalui penilaian komprehensif terhadap infrastruktur yang tersedia untuk pejalan kaki dan kajian-kajian yang menghubungkan sisi penyediaan/supply dan sisi kebutuhan/demand (ADB, 2011). Selain baik untuk kesehatan, jalan kaki adalah jenis transportasi yang paling murah dan paling mudah dilakukan berbagai lapis masyarakat, terutama masyarakat miskin.
 Namun disayangkan praktek transportasi dan perencanaan tata ruang konvensional di banyak negara berkembang seringkali kurang memberikan perhatian pada kenyamanan berjalan kaki. Kecenderungan saat ini adalah penggunaan kendaraan bermotor pribadi semakin meningkat dan seringkali melanggar hak pejalan kaki. Studi Bank Dunia (2008) menunjukkan bahwa fasilitas pejalan kaki yang lebih baik dapat mendukung pengentasan kemiskinan karena meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat miskin ke berbagai pelayanan dasar dan peluang kerja.
Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Di Jakarta saja contohnya, dengan total panjang jalan kurang lebih 7200 km, hanya tersedia 900 km sebagai fasilitas trotoar. Trotoar ini pun juga sudah banyak yang rusak dan beralih fungsi. Trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki, sering kali diabaikan oleh pengguna kendaraan bermotor.  Padahal sudah jelas-jelas diterangkan tentang pengaturan fungsi jalan di UU No.38 tahun 2004,  UU No.34 tahun 2006, dan UU No 22 tahun 2009.
Penyalahgunaan hak pejalan kaki seakan-akan sudah menjadi hal biasa di ibukota. Padahal mengabaikan fungsi trotoar sama saja dengan mengabaikan keselamatan pejalan kaki. Selain disalah gunakan sebagai jalur motor, trotoar juga sering kali digunakan untuk lahan pedagang kaki lima maupun sebagai lahan  parkir. Selain dari keselamatan, faktor kenyamanan juga tak didapat oleh pejalan kaki. Seolah trotoar tak bisa dipijak secara layak. Banyak sekali kita jumpai trotoar yang didesain secara sembrono, tidak memenuhi standar fasilitas pejalan kaki. Seperti sering kita jumpai trotoar yang tiba-tiba tersekat dinding toko,  trotoar tanpa jalur penyeberangan, dan masih banyak lagi.
Disini dapat dilihat bahwasanya pejalan kaki sebagai pihak yang tertindas jika dilihat dari sisi keselamatan, kenyamanan, keamanan, dan juga kelayakan yang masih tersisihkan dibanding fasilitas kendaraan bermotor .

Oleh karenanya diperlukan sikap dan tindakan yang tegas dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi dan fasilitas pejalan kaki, seperti merelokasi pedagang kaki lima, membuat lahan parkir yang layak tanpa mengganggu kepentingan pejalan kaki. Dan yang terpenting adalah kesadaran dari para pengguna jalan, terkhusus pengguna kendaraan bermotor untuk lebih bertoleransi. (AHNA)

4 comments:

  1. Di kampung saya ini malah sama sekali nggak ada trotoar, semuanya jalan ama halaman gedung saja.

    ReplyDelete
  2. waduh, harus mulai di planning dr sekarang tuh.
    kali aja ntar kampungnya banyak pembangunan dan jadi kota maju biar gak pada ribut soal sengketa akibat pembebasan lahan yang mau dibuat jalan atau pelebaran atau apalah. yang jls harusnya kalau bangun kayak gtu juga dipikirin nanti perkembangan kedepanya gimana.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah 15 tahun lebih, ga ada perubahan. Pejabat kerjanya korup aja. Heran juga disini lebih tertinggal dari papua, tapi anteng aja.
      Mungkin planningnya udah ada bertahun2 lalu, cuma ga pernah dikerjain.

      Delete
    2. hahaha,sama aja bohong kalau planning tapi gak ada realisasinya -_-

      Delete